Jumat, 10 Mei 2013

Bendungan syukur di malam kota Depok

Titik dan titian yang mengingatkan aku kepada berbagai permasalahan dunia yang sedang aku hadapi. Memikirkan mengapa dan apa sebabnya ini lah takdirku. Mengingat kembali dari titian permulaan ketika aku dilahirkan dan keluar dari rahim Ibuku tercinta. Mengenang memori yang sebenarnya tidaklah baik untuk ku ingat. Tapi sebenarnya inilah permulaan bagiku untuk memulainya kembali dan menegakkan kebenaran cinta-Mu yang sebenarnya telah lama kutanam.

Depok di malam hari
Malam di kota depok seraya melihat angkasa yang tak begitu segemilang kampung halamanku. Sebelumnya ku tarik ganggaman lemari dan kucari krusak krusuk jaket lama pembelian sang Ayah. Perutku lapar hendak mencari makanan keluar sejenak. Kupasang sendal jepit yang warnanya tak jauh beda dengan Jaket ku. Sedikit menghela nafas dan kubaca Bismillah. Kututup pintu rumah dan kukunci seraya kembali membaca bismillah

Para tetangga pada umumnya pukul segini belum pulang. Memang sudah biasa dan terkadang aku berpikir kehidupan di kota memanglah seperti ini. Dua menit saja aku akan tiba di tempat tujuanku. Sebuah Warung Nasi goreng sederhana di pinggir jalan yang sudah sering aku kunjungi dan cicipi sajiannya. Bagiku memang tiada duanya setelah buatan Ibuku.

Sebelumnya kuberjalan dari gang kecil rumah tempat ku menetap. Melihat pukul segini orang-orang masih banyak berjalan dari pintu masuk gang ke arahku. Langkah demi langkah dan akhirnya aku sampai di penghulu jalanan sempit ini. Dua Jalanan raya berlawanan terbentang di depannnya. Jam segini kepadatan lalu lintas dari jalanan meninggalkan kota depok tidaklah sebanyak arah jalanan memasuki kota ini.

Langsung saja, seperti biasa ku berkata, “mas nasi gorengnya satu makan sini” “minumnya apa mas?” “Air putih aja” Terkadang aku memilih untuk membeli dalam bentuk bungkusan dan membawanya pulang. Kali ini setelah makan aku berniat singgah dulu ke warnet sekedar melihat ada apa di facebook ku dan ada kabar baik apa dari halaman perkuliahan SCeLE.

Lima menit saja. Bismillahirahmanirrahim, Allahummabaariklana Fiima razaqtana Wa qina ‘Atzaabannaar. Aku mulai makan. Belumlah sepertiga porsi tujuh ribu rupiah ini aku habiskan, datang seorang anak perempuan berkerudung dengan pakaian lusuhnya. Aku terdiam dan memperhatikan anak kecil mungil itu. Ada linangan air mata di bola matanya. Seakan-akan ia menyimpan pilu di atas apa yang sedang ia usahakan. Seraya dia bernyanyi, Qalbu terhenyak dan bertanya-tanya dari mana ia dan mengapa linangan air mata itu masih berputar-putar saja di bola matanya. Kumasukkan tanganku ke saku jaket ku dan mencari sedikit uang untuk kuberikan. Tapi nyatanya hanya ada satu helai saja di Sakuku. Sudah lah kupikir. Tetapi, ternyata anak itu juga sama sekali tidak mengahampiriku. Ia menghampiri Bapak-bapak dan pasangan muda mudi yang sedang asyik mencicipi makanannya. Mungkin karena pakaianku juga lusuh atau wajahku seperti orang yang tak berada membuatnya tak berniat menghampiriku. Lagi-lagi kuberpikir sudahla,.. Aku melanjutkan makanku.

Tak lama kemudian datang seorang Ibu tua yang rambutnya sudah beruban. Mukanya kusam dengan tubuhnya yang kurus. Tapi dari romannya menurutku terlihat jelas dia adalah orang yang berpendirian keras. Ibu itu hanya mengangkat tangannya yang kaku di belakang orang-orang yang sedang makan. Dia sama sekali tidak berkata apa-apa. Hanya diam. Bahkan menurutku orang yang sedang makan pun tidak akan terlalu menyadari keberadaanya. Dan lagi-lagi Ibu ini juga tidak mengahampiriku.
Lagi-lagi tak lama setelah kedatangan Ibu tadi. Sekarang kedai ini disinggahi seorang pria yang melakukan perawakan dan mengenakan busana layaknya seorang wanita. Ia mulai bernyanyi. Entah lagu apa, aku sama sekali tidak tahu dan baru pertama kali mendengar lagu yang seperti itu. Aku menghela nafas dan Pura-pura tidak menghiraukan. Namun dalam benakku aku berfikir, kenapa ia mau bertingkah seperti itu, dan melakukan tindakan kontraversial menentang hakikat takdirnya sebagai seorang pria. Apa ia tidak mengenal Allah?? Apa ia tidak merasa risau dengan apa yang ia lakukan. Tapi sudah la,, Ia juga tidak mengampiriku dan tidak menggangguku.

Kuteguk air putihku dan kusisakan sedikit. Aku telah selesai. Alhamdulillah. Kuberdiri dan kuberikan lembaranku. Lalu Mas nasi goreng tadi mengembalikan lembaran-lembaran kembalianku. Aku keluar dan berjalan menuju warnet terdekat. Baru saja empat langkah kakiku. Kulihat anak kecil berkerudung tadi bergelantungan di Pintu Oplet mini berwarna biru sambil bernyanyi. Lagi-lagi aku memperhatikannya. Kemudian Angkutan umum itu menjauh dan Ia pun sudah tidak terlihat lagi. Pikiran ku tentang diapun hilang.

Di langkahku, aku kembali teringat kehidupanku dan berbagai permasalahan yang sedang menggeregotiku. Bukan itu saja, tak terlupa Syaitan yang sedang mengikutiku mengingatkan berbagai kekuranganku. Seakan-akan Ia meyakinkan begitu malangnya aku dan begitu menyedihkannya aku. Aku tidaklah seberuntung orang lain. Aku terdiam hanya merunduk dengan qalbu yang setengah terbendung linangan

Di depanku Depok Town Square. Sebuah mall di kota ini. Begitu terang untuk kondisi malam berkabut di kota ini. Di depannya banyak orang-orang yang sedang menunggu angkutan atau hanya sekedar duduk. Padahal hari sudah cukup malam. Aku melewati kerumunan itu hanya dengan berjalan merunduk di depannya. Tidak peduli saja.
Sudah cukup larut. Sudah setengah jam aku di warnet. Aku mau pulang. Tak kudapati hal spesial dari facebook ku dan halaman perkuliahan SCeLE. Kuserahkan 2000 rupiah dan kuperoleh koin 500 rupiah. Aku keluar.

Aku sedikit mengantuk, aku kembali berjalan di bawah cahaya lampu jalan kota ini. Baru saja beberapa langkah ke selatan, ku melihat seorang Bapak tua. Raut mukanya terlihat begitu letih dan hanya terduduk beralaskan kardus di depan sebuah toko dengan bekas luka pada muka sehingga wajahnya sulit untuk dikenali. Tak sengaja teramati olehku bekas amputasi, Bapak tua ini tidak bertangan. Astaghfirullah,, astaghfirullah aku terhenyak.., Aku tak tau harus bagaimana. Aku hanya lalu. Tapi aku terdiam bahkan qalbuku terdiam. Aku kembali berjalan

Kali ini aku melihat seorang Ibu berkerudung yang pakaiannya lusuh. Badannya sedikit berisi, tetapi sama sekali tidak mengenakan alas kaki. Dia menggendong seorang anak dan tangan kanannya membimbing seorang anak pula. Anak itu juga tak beralas kaki. Pakainnya juga lusuh. Dimataku wajah ibu ini terlihat begitu ikhlas dan menenangkan Bathin. Namun Bathin ku kembali terhenyak. Dari wajahnya terbayang wajah Ibuku. Bagaimana jika seandainya itu adalah Ibuku. Benar-benar sesak hingga batang jakun di tengerokan. Tak bisa aku bayangkan jika itu adalah Ibuku. Mungkin aku akan bersimpuh terlutut kepadanya dan memintanya berhenti mencari nafkah. Biarlah aku dan biarlah aku yang seperti itu. Wahai Ibu engkau istirahat saja. Magnetik Imajinasi ini terhenti. Aku kembali terdiam. Padahal aku sendiri telah diam di atas langkahku.

Aku merasa ingin cepat pulang saja dan istirahat. Lagi-lagi kumelihat pemandangan yang aku tak ingin melihatnya. Seorang anak lelaki yang mungkin usianya menurutku 3,5 tahun. Bajunya juga lusuh dan tak beralaskan kaki. Kedua tangannya memegang erat tentengan goni dan memikulnya dibahunya. Bahkan Besarnya goni itu hampir sama dengan tinggi badannya. Terpikirkan oleh ku. Bagaimana seandainya jika anak ini adalah adikku. Pikiranku melamun hingga kampung halaman. Jam segini mungkin Ia sudah tidur di atas kasur yang empuk tanpa pernah merasakan hal seperti ini. Perih, rindu dan sesak berbaur.

Aku hampir tiba. Semua hal yang aku lihat dan aku alami malam ini menurutku adalah hal yang perlu aku renungi. Terkadang aku begitu mengeluhkan kekurangan yang aku miliki. Seakan aku terlupa bahwa begitu banyakanya karunia-Mu yang telah Engkau berikan. Bahkan terpikir olehku pada dasarnya aku adalah insan yang sama sekali tidak layak untuk tidak bersyukur kepada-Mu.. Aku selalu mengeluhkan apa yang tak pantas aku keluhkan. Membandingkan hal-hal yang tak perlu aku bandingkan dengan diriku sendiri. Aku benar-benar telah dalam penyimpangan yang nyata dan berada dalam bentuk ketidaksyukuran yang begitu jelas. Maafkan lah aku.. Astaghfirullah,,,, Astaghfirullah.... Terimakasih karena Engkau selalu menuntunku. Aku mencintai-Mu, Aku mecintai-Mu, Aku mencintai-Mu... dan akan selalu memelihara cinta ini.
Aku tiba dan tertidur.

Terimakasih telah membaca...
Tulisan yang tertera di atas adalah fakta kecuali bagian-bagian yang bukan fakta.... :P
Jzakallahu khairan katsiira.. ^^

Ditulis di Depok, 15 Februari 2010

1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum..
    iseng bukain blog ini..
    Then I found myself crying while reading this.
    Thank you for such beautiful post, it inspired me so much to be more and more thankful :)

    BalasHapus