Titik dan titian yang mengingatkan aku kepada berbagai permasalahan
dunia yang sedang aku hadapi. Memikirkan mengapa dan apa sebabnya ini
lah takdirku. Mengingat kembali dari titian permulaan ketika aku
dilahirkan dan keluar dari rahim Ibuku tercinta. Mengenang memori yang
sebenarnya tidaklah baik untuk ku ingat. Tapi sebenarnya inilah
permulaan bagiku untuk memulainya kembali dan menegakkan kebenaran
cinta-Mu yang sebenarnya telah lama kutanam.
 |
Depok di malam hari |
Malam di kota depok
seraya melihat angkasa yang tak begitu segemilang kampung halamanku.
Sebelumnya ku tarik ganggaman lemari dan kucari krusak krusuk jaket lama
pembelian sang Ayah. Perutku lapar hendak mencari makanan keluar
sejenak. Kupasang sendal jepit yang warnanya tak jauh beda dengan Jaket
ku. Sedikit menghela nafas dan kubaca Bismillah. Kututup pintu rumah dan
kukunci seraya kembali membaca bismillah
Para tetangga pada
umumnya pukul segini belum pulang. Memang sudah biasa dan terkadang aku
berpikir kehidupan di kota memanglah seperti ini. Dua menit saja aku
akan tiba di tempat tujuanku. Sebuah Warung Nasi goreng sederhana di
pinggir jalan yang sudah sering aku kunjungi dan cicipi sajiannya.
Bagiku memang tiada duanya setelah buatan Ibuku.
Sebelumnya
kuberjalan dari gang kecil rumah tempat ku menetap. Melihat pukul segini
orang-orang masih banyak berjalan dari pintu masuk gang ke arahku.
Langkah demi langkah dan akhirnya aku sampai di penghulu jalanan sempit
ini. Dua Jalanan raya berlawanan terbentang di depannnya. Jam segini
kepadatan lalu lintas dari jalanan meninggalkan kota depok tidaklah
sebanyak arah jalanan memasuki kota ini.
Langsung saja, seperti
biasa ku berkata, “mas nasi gorengnya satu makan sini” “minumnya apa
mas?” “Air putih aja” Terkadang aku memilih untuk membeli dalam bentuk
bungkusan dan membawanya pulang. Kali ini setelah makan aku berniat
singgah dulu ke warnet sekedar melihat ada apa di facebook ku dan ada
kabar baik apa dari halaman perkuliahan SCeLE.
Lima menit saja.
Bismillahirahmanirrahim, Allahummabaariklana Fiima razaqtana Wa qina
‘Atzaabannaar. Aku mulai makan. Belumlah sepertiga porsi tujuh ribu
rupiah ini aku habiskan, datang seorang anak perempuan berkerudung
dengan pakaian lusuhnya. Aku terdiam dan memperhatikan anak kecil mungil
itu. Ada linangan air mata di bola matanya. Seakan-akan ia menyimpan
pilu di atas apa yang sedang ia usahakan. Seraya dia bernyanyi, Qalbu
terhenyak dan bertanya-tanya dari mana ia dan mengapa linangan air mata
itu masih berputar-putar saja di bola matanya. Kumasukkan tanganku ke
saku jaket ku dan mencari sedikit uang untuk kuberikan. Tapi nyatanya
hanya ada satu helai saja di Sakuku. Sudah lah kupikir. Tetapi, ternyata
anak itu juga sama sekali tidak mengahampiriku. Ia menghampiri
Bapak-bapak dan pasangan muda mudi yang sedang asyik mencicipi
makanannya. Mungkin karena pakaianku juga lusuh atau wajahku seperti
orang yang tak berada membuatnya tak berniat menghampiriku. Lagi-lagi
kuberpikir sudahla,.. Aku melanjutkan makanku.
Tak lama kemudian
datang seorang Ibu tua yang rambutnya sudah beruban. Mukanya kusam
dengan tubuhnya yang kurus. Tapi dari romannya menurutku terlihat jelas
dia adalah orang yang berpendirian keras. Ibu itu hanya mengangkat
tangannya yang kaku di belakang orang-orang yang sedang makan. Dia sama
sekali tidak berkata apa-apa. Hanya diam. Bahkan menurutku orang yang
sedang makan pun tidak akan terlalu menyadari keberadaanya. Dan
lagi-lagi Ibu ini juga tidak mengahampiriku.
Lagi-lagi tak lama
setelah kedatangan Ibu tadi. Sekarang kedai ini disinggahi seorang pria
yang melakukan perawakan dan mengenakan busana layaknya seorang wanita.
Ia mulai bernyanyi. Entah lagu apa, aku sama sekali tidak tahu dan baru
pertama kali mendengar lagu yang seperti itu. Aku menghela nafas dan
Pura-pura tidak menghiraukan. Namun dalam benakku aku berfikir, kenapa
ia mau bertingkah seperti itu, dan melakukan tindakan kontraversial
menentang hakikat takdirnya sebagai seorang pria. Apa ia tidak mengenal
Allah?? Apa ia tidak merasa risau dengan apa yang ia lakukan. Tapi sudah
la,, Ia juga tidak mengampiriku dan tidak menggangguku.
Kuteguk
air putihku dan kusisakan sedikit. Aku telah selesai. Alhamdulillah.
Kuberdiri dan kuberikan lembaranku. Lalu Mas nasi goreng tadi
mengembalikan lembaran-lembaran kembalianku. Aku keluar dan berjalan
menuju warnet terdekat. Baru saja empat langkah kakiku. Kulihat anak
kecil berkerudung tadi bergelantungan di Pintu Oplet mini berwarna biru
sambil bernyanyi. Lagi-lagi aku memperhatikannya. Kemudian Angkutan umum
itu menjauh dan Ia pun sudah tidak terlihat lagi. Pikiran ku tentang
diapun hilang.
Di langkahku, aku kembali teringat kehidupanku dan
berbagai permasalahan yang sedang menggeregotiku. Bukan itu saja, tak
terlupa Syaitan yang sedang mengikutiku mengingatkan berbagai
kekuranganku. Seakan-akan Ia meyakinkan begitu malangnya aku dan begitu
menyedihkannya aku. Aku tidaklah seberuntung orang lain. Aku terdiam
hanya merunduk dengan qalbu yang setengah terbendung linangan
Di
depanku Depok Town Square. Sebuah mall di kota ini. Begitu terang untuk
kondisi malam berkabut di kota ini. Di depannya banyak orang-orang yang
sedang menunggu angkutan atau hanya sekedar duduk. Padahal hari sudah
cukup malam. Aku melewati kerumunan itu hanya dengan berjalan merunduk
di depannya. Tidak peduli saja.
Sudah cukup larut. Sudah setengah
jam aku di warnet. Aku mau pulang. Tak kudapati hal spesial dari
facebook ku dan halaman perkuliahan SCeLE. Kuserahkan 2000 rupiah dan
kuperoleh koin 500 rupiah. Aku keluar.
Aku sedikit mengantuk, aku
kembali berjalan di bawah cahaya lampu jalan kota ini. Baru saja
beberapa langkah ke selatan, ku melihat seorang Bapak tua. Raut mukanya
terlihat begitu letih dan hanya terduduk beralaskan kardus di depan
sebuah toko dengan bekas luka pada muka sehingga wajahnya sulit untuk
dikenali. Tak sengaja teramati olehku bekas amputasi, Bapak tua ini
tidak bertangan. Astaghfirullah,, astaghfirullah aku terhenyak.., Aku
tak tau harus bagaimana. Aku hanya lalu. Tapi aku terdiam bahkan qalbuku
terdiam. Aku kembali berjalan
Kali ini aku melihat seorang Ibu
berkerudung yang pakaiannya lusuh. Badannya sedikit berisi, tetapi sama
sekali tidak mengenakan alas kaki. Dia menggendong seorang anak dan
tangan kanannya membimbing seorang anak pula. Anak itu juga tak beralas
kaki. Pakainnya juga lusuh. Dimataku wajah ibu ini terlihat begitu
ikhlas dan menenangkan Bathin. Namun Bathin ku kembali terhenyak. Dari
wajahnya terbayang wajah Ibuku. Bagaimana jika seandainya itu adalah
Ibuku. Benar-benar sesak hingga batang jakun di tengerokan. Tak bisa aku
bayangkan jika itu adalah Ibuku. Mungkin aku akan bersimpuh terlutut
kepadanya dan memintanya berhenti mencari nafkah. Biarlah aku dan
biarlah aku yang seperti itu. Wahai Ibu engkau istirahat saja. Magnetik
Imajinasi ini terhenti. Aku kembali terdiam. Padahal aku sendiri telah
diam di atas langkahku.
Aku merasa ingin cepat pulang saja dan
istirahat. Lagi-lagi kumelihat pemandangan yang aku tak ingin
melihatnya. Seorang anak lelaki yang mungkin usianya menurutku 3,5
tahun. Bajunya juga lusuh dan tak beralaskan kaki. Kedua tangannya
memegang erat tentengan goni dan memikulnya dibahunya. Bahkan Besarnya
goni itu hampir sama dengan tinggi badannya. Terpikirkan oleh ku.
Bagaimana seandainya jika anak ini adalah adikku. Pikiranku melamun
hingga kampung halaman. Jam segini mungkin Ia sudah tidur di atas kasur
yang empuk tanpa pernah merasakan hal seperti ini. Perih, rindu dan
sesak berbaur.
Aku hampir tiba. Semua hal yang aku lihat dan aku
alami malam ini menurutku adalah hal yang perlu aku renungi. Terkadang
aku begitu mengeluhkan kekurangan yang aku miliki. Seakan aku terlupa
bahwa begitu banyakanya karunia-Mu yang telah Engkau berikan. Bahkan
terpikir olehku pada dasarnya aku adalah insan yang sama sekali tidak
layak untuk tidak bersyukur kepada-Mu.. Aku selalu mengeluhkan apa yang
tak pantas aku keluhkan. Membandingkan hal-hal yang tak perlu aku
bandingkan dengan diriku sendiri. Aku benar-benar telah dalam
penyimpangan yang nyata dan berada dalam bentuk ketidaksyukuran yang
begitu jelas. Maafkan lah aku.. Astaghfirullah,,,, Astaghfirullah....
Terimakasih karena Engkau selalu menuntunku. Aku mencintai-Mu, Aku
mecintai-Mu, Aku mencintai-Mu... dan akan selalu memelihara cinta ini.
Aku tiba dan tertidur.
Terimakasih telah membaca...
Tulisan yang tertera di atas adalah fakta kecuali bagian-bagian yang bukan fakta.... :P
Jzakallahu khairan katsiira.. ^^
Ditulis di Depok, 15 Februari 2010